Rintik derai hujan di bulan November,…
Iya, hujan yang senyap sejak matahari lindap menuju peraduannya.
Tanpa benderang cahaya terang, meski hanya sinar temaram.
Cinta datang padaku seperti bisikan,
lembut, membuai hinggaku tak menyadari dia sudah berdiam disana,
dalam garba meski separuh jiwa.
Aku masih dalam kebimbangan yang tanpa suara,
debaran tak berujung, yang tenang bila berangan tentangmu.
Rindu yang memburu, reda jika menemukan segalamu.
Air mata yang tak sampai, beku dipenghujung kelopak mataku.
Kebodohan berulang, tak berhalang detik dan musim.
Yang masih saja tentang segala beraroma nafasmu…
Diujung jalan sebuah siku duniamu dan aku terpenggal,
angan yang menguap, impian memudar serupa embun terkikis hangat mentari.
Dimana kusembunyikan ruang berongga di dalam dada,
ketika detak irama kita masih saja sibuk menarikku untuk berdansa.
Aku terluka pada empat dimensi garbaku,
puisi-puisi yang tak berjudul,…
larik aksara yang tak berima,…
esay dan paragraf yang menjadi fiksi beraroma biru dan namamu.
Lalu pelangi hadir selepas deras hujan memeluk bumi.
Membaitkan asa tentang bahagia dan doa-doa yang tanpa suara,
aku tidak lagi memelukmu dengan harapan seindah janji-janji sang pujangga,
kau tidak lagi mengimani aku seperti ladang-ladang pada musim penghujan.
Langkahmu teguh menuju timur, aku berlari ke arah barat.
Tak ada luka ketika penerimaan pada kalam takdir bertahta,
akhirnya hanya kenangan yang mengabadi dengan sendirinya,
tentang cinta pada hati yang tak bisa di tinggali.
By : Irma Senja
” Seorang sahabat minta dibuatkan puisi tentang hati yang tak bersatu, katanya saat ini dia sedang terluka merasakan itu ” tuliskan versi irma senja “. Nah loh..jadi yang kemarin aku buatkan gak nendang ?. Sahabatku bilang tuliskan apa yang pernah aku rasakan supaya catatannya lebih dapet soulnya…hadeuuuh, itu sih sama aja membuka luka lama mba -__- ”
” Cinta apapun bentuknya selalu menghadirkan begitu banyak pelajaran-pelajaran kehidupan Mba, ada petikan cinta yang aku suka dari sebuah buku ”
” Cinta itu memang soal rasa, tapi ijinkan logika tetap bicara agar tak jadi buta ”